Ramadan Terasa Semakin Banyak Makan

 on Tuesday, June 24, 2014  


Ramadan Malah Terasa Semakin Banyak Makan
Assalamu alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh,
Ustaz, setahu saya Ramadan itu merupakan bulan yang seharusnya kita mengurangi banyak jatah makan dan serta makin menghayati kehidupan orang tak mampu yang tidak bisa makan. Tapi yang saya dapat kesan dari tahun ke tahun, rasanya di Ramadan malah makin banyak makan. Bahkan saya merasa kebutuhan hidup makin meningkat di bulan Ramadan.
Mohon penjelasan tentang masalah ini, Ustaz. Apakah cara kita menjalani Ramadan seperti ini sudah benar?
Wassalam.


Najib
Jawab:
Assalamu alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh,
Tradisi yangmengakar pada malam-malam Ramadan adalah pesta makan dengan cara yang berlebihan, bahkan sampai terbuang-buang.Fenomena ini bukan hanya terjadi di sini, di manca negara memang juga ada hidangan khas Ramadan. Tapi negeri kita adalah rajanya makanan, apalagi kalau sudah bulan Ramadan.
Terkadang tradisi makan-makan ini merusak kesucian bulan puasa sendiri, karena belum apa-apa, orang sibuk dengan urusan berbuka dengan aneka jenis masakan. Dan ketika waktu berbuka tiba, nyaris semua jenis makanan memenuhi meja. Menu yang tak pernah tampil, di bulan Ramadan jadi pemain cabutan.
Kadang tradisi ini jadi tak baik karena ada unsur israf (إسراف) atau berlebihan. Padahal Allah SWT tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan, apalagi dalam hal makanan.
وَلاَ تُسْرِفُواْ إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
Dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tak menyukai orang yang berlebih-lebihan. (QS. Al-An’am : 141)
Akibat sikap berlebihan dalam masalah makan-makan ini, akhirnya bulan Ramadan yang seharusnya bulan menahan hawa nafsu berubah menjadi 'bulan kuliner'.
Padahal awalnya para ulama mengatakan bahwa semangat berpuasa sebulan penuh itu agar kita bisa merasakan tak enaknya menjadi orang miskin, yang sekadar untuk mengisi perut pun tak bisa. Dengan itu maka diharapkan lahir sikap solidaritas sosial yang utuh, dari hati orang-orang mampu.
Tetapi kalau gaya makan kita di bulan Ramadan seperti hewan liar yang kelaparan seperti ini, tak makan minum hanya di siang hari, tapi begitu magrib tiba, semua nafsu dan syahwat langsung diumbar habis-habisan, maka semangat puasa Ramadan dengan sendirinya luntur.
Syariat Islam tak pernah memerintahkan atau menganjurkan kita berpesta makan-makan tiap malam bulan Ramadan, apalagi sampai berlebihan dan terbuang percuma. Karena sikap tabdzir itu sendiri adalah perbuatan setan.

إِنَّ الْمُبَذِّرِينَكَانُواْ إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُوراً
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan, dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (QS. Al-Isra’ : 27)
Belanja borosTahukah kita berapa biaya yang dikeluarkan oleh bangsa Indonesia yang muslim ini dalam meraih kebahagiaan seiring datangnya Hari Raya Idul Fitri tahun 2010? Angkanya fantastis, tak kurang dari 52 triliun rupiah. Sungguh luar biasa besar biaya syiar Lebaran bangsa yang miskin ini. Demikian dilaporkan oleh Viva News pada 16 September 2010.
Angka itu bukan asal sebut, sebab datang dari data Bank Indonesia (BI) yang mencatat dana outflow atau keluar dari brankas Bank Sentral selama periode lebaran 2010 yang mencapai Rp52 triliun.
Palang Merah Indonesia (PMI) memiliki data bahwa tahun 2010 itu, sekitar 20 juta orang diperkirakan mudik ke kampung halaman. Sedangkan, berdasarkan perkiraan Kementerian Perhubungan, jumlah pemudik tahun ini diperkirakan 27,9 juta orang.
Semua itu tentu membutuhkan biaya besar, bukan hanya ongkos angkutan yang harganya menjulang, tetapi para pemudik umumnya membawa pulang juga sejumlah uang yang tidak sedikit. Kalau ditotal, rasanya akan berjumlah triliunan rupiah.
Belum lagi belanja hadiah parcel yang kadang harganya tidak masuk akal, entah karena curang atau memang begitulah cara meraup keuntungan yang jarang-jarang terjadi.
Hakikat puasa adalah hidup sederhanaPelajaran yang paling mendasar tentang hakikat berpuasa selama sebulan penuh adalah bahwa puasa itu mendidik kita untuk hidup sederhana. Makan dan minum apa adanya, kalau pun ada kegembiraan, sesungguhnya karena kita merasa bersyukur bahwa Allah SWT memberi izin untuk bisa menempuh puasa dan ibadah-ibadah lainnya. Kegembiraan yang lahir dari sukses telah menjalankan perintah Allah.
Tapi yang kita lihat, justru sejak belum masuk Ramadan, cara makan dan minum kita, bahkan belanja kita, jauh dari sikap hidup sederhana. Puncaknya waktu lebaran, bayangkan bangsa kita yang miskin ini sampai menggelontorkan puluhan triliun.
Ada sebuah pertanyaan besar yang perlu kita renungkan, apakah semua ini untuk rasa syukur ataukah memang dasarnya kita ini terlalu suka kehidupan yang bersifat konsumtif?
Kalau untuk berkirim kartu ucapan Selamat Lebaran sampai harus mengeluarkan uang hingga 1,7 miliar, rasanya jauh dari rasa syukur. Mending uang segitu untuk membangun sekolah yang roboh, atau untuk memberi lapangan kerja untuk rakyat yang semakin hari semakin banyak yang menjadi pengangguran.
Tentu tulisan ini bukan dalam kapasitas untuk mengkritik si A atau si B. Ini adalah masalah lifestyle bangsa kita. Sebuah gaya hidup yang terlanjur menjadikan belanja konsumtif sebagai budaya, meskipun keadaan ekonomi sedang susah. Dan sayangnya, tidak jarang semua itu dikaitkan dengan hari raya agama, khususnya agama Islam.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,



No comments:

Post a Comment

J-Theme